PERATURAN PERUSAHAAN
PT. DIGITAL WAHANA KREASINDO
MUKADIMAH
Maksud dari Peraturan
Perusahaan ini ialah untuk menetapkan ketentuan mengenai syarat dan tata tertib
kerja, dengan tujuan untuk mengatur dan menjelaskan tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pengusaha maupun karyawan guna menumbuhkan dan
mengembangkan adanya suatu hubungan perburuhan yang harmonis, yang dewasa ini
lebih dikenal sebagai hubungan Industrial Pancasila, yang karenanya akan
tercipta ketenangan kerja serta ketenangan usaha dalam perusahaan, demi
peningkatan produksi dan kemajuan perusahaan maupun peningkatan kesejahteraan
karyawan-karyawannya.
Direksi memperhatikan dan
mengambil kebijaksanaan guna memberi kesempatan kepada setiap karyawan yang
mempunyai dedikasi baik terhadap perusahaan, untuk ditempatkan pada setiap
jabatan atau pekerjaan sesuai dengan kebutuhan perusahaan ataupun suatu unit
dan/atau keahlian/pengalamannya, memperoleh promosi dalam jabatan atau lainnya,
sesuai dengan persyaratan yang berlaku tanpa membedakan suku bangsa, keturunan,
agama, golongan, ideologi, jenis kelamin dan sebagainya.
Untuk dapat mengelola
perusahaan atau unit perusahaan dengan sebaik-baiknya dan memperoleh hasil yang
semaksimal mungkin, maka kecuali kesejahteraan yang diharapkan, sikap mental
dan disiplin yang tinggi dari setiap karyawan harus terus-menerus terwujud dan
terjamin adanya.
Karenanya semua ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Perusahaan ini, wajib diketahui dan ditaati oleh
setiap karyawan.
Peraturan Perusahaan ini
merupakan Peraturan Perusahaan induk yang ditetapkan oleh Direksi dengan
pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang No.13 tahun 2003 pasal 112 (dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota
Manado) yang juga berlaku sebagai Peraturan Perusahaan turunan untuk nama-nama
anak perusahaan/group.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
PENGERTIAN DAN
ISTILAH
Dalam Peraturan Perusahaan ini
yang dimaksud dengan:
1.
Peraturan Perusahaan : Adalah peraturan yang dibuat secara tertulis
oleh perusahaan yang memuat perihal syarat-syarat kerja dan tata tertib
perusahaan.
2. Perusahaan
: Adalah Perseroan Terbatas DIGITAL WAHANA
KREASINDO
3. Group
: Adalah perusahaan-perusahaan yang oleh
karena kedudukan secara hukum/Direksi/saham-saham baik sebagian maupun
seluruhnya bergabung dalam suatu ruang lingkup gabungan usaha/manajemen.
4. Unit
Usaha : Adalah suatu cabang usaha dari dan dalam
lingkup pengelolaan serta berinduk kepada perusahaan PT. Digital Wahana
Kreasindo
5. Direksi
: Adalah mereka yang diangkat/ditetapkan
seperti yang disebut di dalam Anggaran Dasar masing-masing perusahaan,
sebagaimana yang tercantum dalam Berita Negara dengan semua perubahanperubahan dari
perusahaan.
6. Pimpinan
Perusahaan : Adalah Direksi untuk PT. Digital Wahana Kreasindo, General
Manager untuk suatu unit usaha dalam lingkup PT. Digital Wahana Kreasindo.
7. Karyawan
: Adalah seseorang, baik pria maupun wanita
yang terikat dalam hubungan kerja dengan perusahaan, dipekerjakan dalam
perusahaan dan karenanya sebagai imbalan ia menerima upah dari perusahaan.
8. Keluarga
: Adalah seorang istri/suami yang dinikahi oleh karyawan dengan sah secara
hukum beserta anak (anak-anak) yang
diperolehnya dari pernikahan tersebut dan atau anak (anak-anak) yang dipungut
dengan sah secara hukum serta terdaftar
di perusahaan dengan jumlah sebanyak- banyaknya 2 (dua) orang dengan usia maksimum
21 (dua puluh satu) tahun atau belum menikah (mana yang lebih dulu tercapai).
9. Masa
Kerja : Adalah masa kerja karyawan di perusahaan,
yang perhitungannya dimulai menurut tanggal yang tercantum dalam surat
penerimaan yang bersangkutan sebagai karyawan.
10. Waktu kerja : Adalah waktu karyawan melaksanakan pekerjaan pada hari-hari dan
jam kerja yang telah ditentukan/diatur oleh perusahaan sesuai Undang-Undang no.
13 tahun 2003.
11. Upah : Adalah
imbalan jasa dalam bentuk uang yang diberikan secara teratur dan terus menerus
(terdiri dari upah pokok dan tunjangan jabatan apabila ada) oleh perusahaan
kepada karyawan.
12. Manajerial : Adalah
suatu jabatan level supervisor keatas yang tugasnya bukan hanya operasional
tetapi juga melaksanakan fungsi-fungsi manajemen/ tugas-tugas manajerial.
13. Jabatan : Adalah
istilah yang lazim dipakai di perusahaan dan tercantum dalam struktur
organisasi perusahaan yang mengindikasikan tugas, kewenangan dan tanggungjawab
pekerjaan tertentu.
14. Mutasi : Adalah
perpindahan/perubahan jabatan ke jabatan lain atau perpindahan lokasi dari satu
lokasi ke lokasi lain, dengan golongan jabatan dan upah yang sama berdasarkan
pertimbangan kebutuhan organisasi dan kelancaran pekerjaan.
15. Promosi : Adalah
salah satu bentuk imbalan prestasi/perubahan jabatan ke jenjang yang lebih
tinggi berupa kenaikan golongan karyawan dan/atau jabatan berdasarkan pertimbangan
prestasi yang baik dan posisi yang tersedia.
16. Demosi
: Adalah salah satu bentuk sanksi administrasi/perubahan
jabatan ke jenjang yang lebih rendah berupa penurunan golongan karyawan/atau jabatan
berdasarkan pertimbangan turunnya prestasi dan kondite kerja karyawan yang
bersangkutan.
17. Perjalanan Dinas : Adalah
perjalanan yang dilakukan oleh karyawan berdasarkan perintah dari atasan yang
berwenang memberikan perintah perjalanan dinas.
18. Hukuman Disiplin :
Adalah tindakan berupa sanksi
administratif yang dikenakan oleh perusahaan kepada karyawan yang terbukti
melanggar peraturan perusahaan.
19. Formasi : Adalah
lowongan/kebutuhan tenaga kerja di dalam perusahaan.
Pasal 2
Maksud dan
Tujuan
Maksud dan tujuan dari
Peraturan Perusahaan ini adalah untuk menciptakanhubungan kerja yang harmonis,
mengatur kewajiban dan hak karyawan kepada perusahaan ataupun sebaliknya
sehingga terwujud ketenangan kerja dan produktifitas kerja maksimal yang
bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Pasal 3
Ruang Lingkup
Peraturan Perusahaan
Peraturan Perusahaan ini
mengatur hal-hal yang bersifat umum. Hal-hal yang bersifat khusus dan hal-hal
lain yang belum diatur dalam Peraturan Perusahaan ini akan diatur dengan Surat
Keputusan Direksi dan atau PNP (Policy and Procedure). Sepanjang suatu hal
tidak diatur dalam Peraturan Perusahaan ini atau dalam peraturan lain yang
dikeluarkan oleh perusahaan, maka berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan
Peraturan Pemerintah yang berlaku.
BAB II
HUBUNGAN KERJA
Pasal 4
F o r m a s i
1. Formasi tenaga kerja ditetapkan oleh
Pimpinan Perusahaan bersama-sama dengan penetapan Struktur Organisasi
Perusahaan, uraian tugas (Job Description) tingkat golongan jabatan dan
persyaratan-persyaratan dari tiap-tiap jabatan/pekerja.
2. Formasi tenaga kerja diperlukan untuk
meningkatkan kinerja organisasi atau untuk menjaga produktivitas, efektifitas
dan efisiensi perusahaan khususnya di dalam pengelolaan sumber daya manusia.
3. Formasi
tenaga kerja menjadi
dasar utama untuk
memungkinkan adanya :
a.
Penerimaan karyawan baru
b.
Penempatan dan pemindahan karyawan
c.
Pemberian promosi jabatan kepada karyawan
4. Formasi tenaga kerja dapat sewaktu-waktu
diubah oleh pimpinan Perusahaan menurut keadaan dan kebutuhan / kepentingan
perusahaan.
5. Direksi berhak untuk memindahkan karyawan
dari satu departemen ke departemen lain atau dari unit usaha yang satu ke unit
usaha lain dalam lingkungan group PT. Digital Wahana Kreasindo.
Pasal 5
Persyaratan Dalam Penerimaan
Karyawan
1. Penerimaan karyawan sepenuhnya merupakan hak
dan kewenangan perusahaan yang disesuaikan dengan rencana kebutuhan dan
penambahan tenaga kerja yang ada di perusahaan.
2. Dalam mengisi lowongan pekerjaan yang ada,
pada dasarnya Perusahaan mengutamakan karyawan yang sudah ada dengan
memperhatikan prestasi,sikap dan kemampuan yang dimiliki karyawan.
3. Persyaratan
Umum untuk dapat diterima menjadi karyawan adalah :
a) Warga
Negara Indonesia dan atau Warga Negara Asing yang mendapat ijin tinggal dan
bekerja di wilayah negara Indonesia.
b) Sehat
jasmani dan sehat rohani
c)
Memenuhi persyaratan dan kualifikasi jabatan ketika penerimaan karyawan.
d) Tidak
terikat dalam hubungan kerja dengan pihak lain.
e) Tidak
terdaftar sebagai anggota atau ikut dalam kepesertaan /keanggotaan organisasi
terlarang.
f)
Bersedia mentaati peraturan/tata tertib yang berlaku dan yang akan diberlakukan
oleh perusahaan.
g) Tidak
memiliki hubungan keluarga sedarah dan atau ikatan perkawinan dengan karyawan
lainnya.
h) Bebas
pengaruh alkohol,narkoba dan obat-obatan terlarang.
4. Penerimaan karyawan dilakukan melalui
prosedur rekrutmen yang ditetapkan oleh perusahaan.
5. Persyaratan Administrasi penerimaan karyawan
:
a) Surat
lamaran
b) Foto copy
KTP
c) CV atau
daftar riwayat hidup
d) Foto copy
ijazah pendidikan terakhir
e) Foto copy
sertifikat yang terkait dengan kompetensi
f) Pas foto
terbaru, berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 2 (dua) lembar
g) Foto copy
surat-surat atau dokumen lain yang relevan
Pasal 6
Status Hubungan Kerja dan
Penggolongan Karyawan
1. Status Hubungan Kerja
a) Karyawan
Tetap Adalah karyawan yang bekerja dan diangkat dengan Surat Keputusan Direksi
menjadi karyawan tetap.
b) Karyawan
dengan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu (KKWT) atau Karyawan Kontrak Adalah karyawan yang bekerja
di perusahaan untuk jangka waktu tertentu,berdasarkan perjanjian kerja dengan
syarat-syarat yang disepakati bersama dan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku,yaitu Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003.
1). Perjanjian dibuat secara tertulis dalam
Bahasa Indonesia.
2). Tidak berlaku masa percobaan.
2. Penggolongan
a) Penggolongan
level karyawan berdasarkan pendidikan dan/atau masa kerja dan/atau standar gaji ditetapkan sebagai
berikut :
1). General Manager :
Senior – Madya – Junior
2). Manager
: Senior –
Madya – Junior
3). Supervisor : Senior – Madya – Junior
4). Staf atau setara : Senior – Madya – Junior
b) Penetapan
golongan karyawan berdasarkan persyaratan atau kriteria yang ditetapkan melalui
Surat Keputusan Direksi PT. Digital Wahana Kreasindo.
c) Setiap
golongan ditetapkan standar gaji pokok dan tunjangan-tunjangannya yang akan
ditinjau setiap tahunnya dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Direksi.
Pasal 7
Masa Percobaan
1. Setiap karyawan baru wajib mengikuti program
orientasi yang sepenuhnya akan ditangani oleh bagian HRD dan departemen
terkait. Materi orientasi akan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
2. Karyawan baru wajib melalui masa percobaan
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal karyawan tersebut diterima,
kecuali bagi tenaga kerja yang bekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT)
3. Pengawasan dan penilaian selama masa
percobaan akan dilakukan oleh atasan masing-masing / Kepala Departemen bekerja
sama dengan Kepala Departemen HRD. Hasil penilaian kemudian disampaikan ke
pimpinan perusahaan sebagai pertimbangan untuk menentukan hubungan kerja
selanjutnya.
4. Selama dalam masa percobaan pihak perusahaan
maupun pihak karyawan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa alasan
apapun dan perusahaan tidak berkewajiban memberikan uang pesangon.
Pasal 8
Surat Pengangkatan
Surat
Keputusan (SK) Pengangkatan yang menyatakan bahwa karyawan yang bersangkutan
sah menjadi karyawan tetap untuk karyawan s/d level Supervisor diterbitkan oleh
unit/proyek masing-masing dengan ditanda tangani pejabat tertinggi minimal
General Manager. SK Pengangkatan untuk karyawan level Manager keatas
diterbitkan oleh HRD Kantor Pusat.
Pasal 9
Penetapan Jabatan.
Perusahaan
berwenang menetapkan jabatan-jabatan yang perlu ada, sesuai dengan kebutuhan
atau pengembangan perusahaan yang dituangkan kedalam struktur organisasi.
Pasal 10
Perubahan Jabatan
1. Setiap karyawan diberikan kesempatan untuk
mengembangkan karirnya, yaitu untuk memperoleh pendidikan tambahan, pemindahan
jabatan,termasuk kenaikan tingkat golongan / jabatan.
2. Yang berwenang memberikan kesempatan ini
adalah Direksi melalui pimpinan unit masing-masing.
3. Persyaratan untuk memenuhi ketentuan pada
ayat 1 dan 2 diatas, adalah :
a) Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua)
tahun dalam Perusahaan / Unit.
b) Mempunyai nilai kondite dan prestasi yang baik.
c) Adanya formasi / kebutuhan organisasi.
d) Keadaan Perusahaan yang memungkinkan.
e) Berdasarkan usulan atau pengajuan
Manager/atasannya langsung dan disetujui oleh Direksi, General Manager atau HRD Manager atas nama Direksi.
f) Mempunyai dasar pendidikan dan keterampilan
minimal yangdipersyaratkan untuk jabatan tertentu.
g) Kenaikan luar biasa dalam golongan/jabatan dapat
diberikan kepada karyawan yang karena kontribusinya terhadap perusahaan
dianggap luar biasa bagi kepentingan Perusahaan.
Pasal 11
Ketentuan Perubahan Jabatan
1. Ada 3 (tiga) jenis perubahan jabatan, yaitu
:
a) Promosi
b) Mutasi
c) Demosi
2. Promosi, mutasi, dan demosi diusulkan oleh
atasan karyawan yang bersangkutan dan disetujui oleh pimpinan perusahaan.
3. Dalam usulan perubahan jabatan dicantumkan
dasar pertimbangan mengenai prestasi dan kondite karyawan maupun kebutuhan dari
bagian yang terkait.
4. Penolakan karyawan terhadap perubahan
jabatan berupa mutasi dan demosi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan
dapat berakibat timbulnya pemutusan hubungan kerja yang pelaksanaannya
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Ketenaga kerjaan No.13 tahun 2003.
5. Apabila usulan-usulan perubahan jabatan
disetujui oleh pimpinan perusahaan, maka Perusahaan akan menyiapkan kelengkapan
administrasi dan menuangkan keputusan tersebut dalam Surat Keputusan.
6. Penerbitan Surat Keputusan perihal perubahan
jabatan khususnya Promosi dan Demosi
untuk karyawan s/d level Supervisor diterbitkan oleh unit/proyek masing-masing
dengan ditanda tangani pejabat tertinggi minimal General Manager, dan untuk
karyawan level Manager ke atas diterbitkan oleh HRD Kantor Pusat.
7. Penerbitan Surat Keputusan perihal perubahan
jabatan khususnya Mutasi yang terjadi antar unit/proyek untuk seluruh level
karyawan diterbitkan oleh HRD Kantor Pusat, sedangkan Surat Keputusan Mutasi
internal unit/proyek diterbitkan oleh unit/proyek masing-masing dengan ditanda
tangani pejabat tertinggi minimal General Manager.
8. Untuk karyawan yang menjabat level yang
lebih tinggi dari level sebelumnya, namun masih berstatus sebagai Pejabat
Sementara (Pjs), maka mendapatkan gaji yang sama dengan gaji sebelumnya namun
tunjangan-tunjangannya disesuaikan dengan jabatan baru. Penyesuaian gaji
dilakukan setelah karyawan yang bersangkutan dinyatakan tidak lagi berstatus
sebagai Pejabat Sementara.
Pasal 12
Penilaian Prestasi Kerja.
1. Dalam usaha mendorong karyawan untuk
mencapai prestasi kerja yang optimal, maka atasan karyawan yang bersangkutan
diwajibkan membicarakan sasaran / target kerja dengan pekerja, agar prestasi
yang diharapkan dari karyawan sesuai dengan yang dikehendaki oleh perusahaan.
Atasan karyawan juga diwajibkan menilai prestasi kerja bawahannya secara
berkala minimal setiap 12 (dua belas) bulan sekali.
2. Atasan langsung dan atasan dari atasan
langsung (jika ada) harus melengkapi penilaian yang terperinci mengenai kinerja
karyawan atau bawahannya berdasarkan target kerja yang mengacu kepada Rencana
Usaha Tahunan (business plan) perusahaan.
3. Apabila diperlukan, atasan langsung
mengkomunikasikan / memberitahukan hasil penilaiannya kepada karyawan yang
dinilai untuk membahasnya dan karyawan yang bersangkutan wajib melengkapi
penilaian tersebut dengan komentarnya sendiri secara bebas dan bertanggung
jawab.
4. Setiap karyawan berhak untuk menanyakan
hasil penilaian kinerjanya kepada atasan langsung.
5. Penilaian tersebut di atas harus berdasarkan
perbandingan antara apa yang menjadi tugas / kewajiban, proses pencapaian
target, prestasi kerja yang dicapainya, dan kondite karyawan yang bersangkutan.
BAB III
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 13
Pendidikan dan Pelatihan
1. Perusahaan akan berupaya meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, sikap mental, pola pikir serta disiplin karyawan
melalui program pendidikan dan pelatihan.
2. Pendidikan maupun pelatihan disesuaikan
dengan tingkat pengetahuan dan jabatan karyawan.
3. Untuk maksud tersebut di atas harus dipenuhi
syarat-syarat antara lain :
a) Mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun
b) Mempunyai kondite dan prestasi yang baik
c) Keadaan perusahaan memungkinkan
d) Diusulkan oleh atasannya langsung dan
disetujui Direksi
4. Program pendidikan dan pelatihan
dilaksanakan oleh perusahaan atau badan-badan yang ditunjuk oleh perusahaan.
Pasal 14
Jenis Pelatihan
1. Pelatihan Internal, yaitu pelatihan yang
diselenggarakan oleh perusahaan, di mana materi,tempat serta instruktur yang
berasal baik dari luar maupun dari dalam perusahaan sepenuhnya diatur oleh
perusahaan.
2. Pelatihan Eksternal, yaitu pelatihan yang diselenggarakan
oleh Lembaga Pendidikan/Pengembangan di luar perusahaan, baik berupa Seminar,Lokakarya,Workshop
dan atau Kursus yang diadakan olehlembaga pelatihan di luar perusahaan.
BAB IV
WAKTU KERJA
Pasal 15
Hari dan Jam Kerja
1. Dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, hari
kerja di perusahaan diatur sebagai berikut:
a). Staff : 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
b). Operasional : Setiap hari dan diatur sedemikian rupa sehingga setiap karyawan mendapat 1 (satu) hari
istirahat mingguan.
2. Jam kerja di perusahaan adalah 7 (tujuh) jam
sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu dan/atau 8 (delapan) jam sehari dan 40
(empat puluh) jam seminggu, dengan ketentuan bahwa apabila perusahaan
memerlukan kerja 2 dan/atau 3 shift, maka karyawan harus bersedia untuk
melaksanakan jam kerja tersebut dengan seijin Dinas Tenaga Kerja, dengan
pengaturannya sebagai berikut :
a). Staff tanpa shift
Hari Senin s/d Sabtu : Jam 09.00 - 17.00 (termasuk 1 jam istirahat)
Waktu istirahat hari Senin s/d Sabtu : jam
12.00 WIB s/d 13.00 WIB.
b). Operasional dengan shift
Shift I
: Jam 07.00 – 15.00 WIB
Shift II
: Jam 15.00 – 23.00 WIB
Shift III :
Jam 23.00 – 07.00 WIB
Di dalamnya sudah termasuk 1 (satu) jam istirahat,
sedangkan istirahat mingguan diatur sedemikian rupa sehingga tiap karyawan
mendapat 1 (satu) hari istirahat mingguan.
3. Untuk karyawan dengan jabatan dan tugas
tertentu, waktu kerjanya disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab dan sifat
pekerjaannya masing-masing.
4. Perusahaan memiliki kewenangan mengubah
waktu dan jam kerja serta waktu istirahat pada unit usaha yang ada sesuai
kondisi dan kebutuhan perusahaan, namun tetap berpedoman pada peraturan
perundangan yang berlaku.
Pasal 16
Bukti Kehadiran
1. Setiap karyawan wajib mencatatkan waktu
kehadiran dan waktu kepulangannya pada mesin pencatat kehadiran / absensi
sistem finger print atau sistem / alat lain yang disediakan oleh perusahaan.
2. Karyawan yang tidak dapat masuk kerja karena
sesuatu hal diwajibkan memberitahukan kepada atasannya langsung dan/atau HRD
melalui cara/komunikasi yang tercepat.
3. Karyawan yang berhalangan masuk kerja karena
sakit harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang memeriksa /
mengobati karyawan yang bersangkutan.
4. Ketentuan perihal absensi (kehadiran) akan
diatur tersendiri oleh perusahaan.
Pasal 17
Kerja Lembur
1. Pekerjaan yang dilakukan karyawan atas
perintah atasan dengan melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam
seminggu, adalah dihitung sebagai kerja lembur.
2. Kerja lembur akan dilakukan bila ternyata
pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya tidak dapat diselesaikan dalam jam
kerja atau pekerjaan tersebut bersifat mendesak (urgent) dan harus diselesaikan
atau tidak bisa ditunda.
3. Kerja lembur dilakukan atas perintah
tertulis dari atasan karyawan yang bersangkutan dengan sebelumnya mengisi
formulir yang telah disediakan oleh perusahaan dan dengan batasan yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Dalam keadaan tertentu, karyawan dapat
menolak perintah kerja lembur dengan alasan yang dapat dipertanggung jawabkan,
dan atasan berhak atas pembuktian dan alasan-alasan yang dikemukakan karyawan
tersebut. Apabila alasan tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka
atasan berhak memberikan sanksi pelanggaran disiplin terhadap karyawan yang bersangkutan.
Pasal 18
Perhitungan Upah Kerja Lembur
Perhitungan
upah lembur diatur sesuai dengan Kepmenakertrans Republik Indonesia No.
Kep.102/Men/VI/2004 tanggal 25 Juni 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah
Kerja Lembur.
BAB V
PENGUPAHAN
Pasal 19
Upah
1. Adalah imbalan jasa dalam bentuk uang yang
diberikan secara teratur dan terus menerus (terdiri dari upah pokok dan
tunjangan jabatan apabila ada) oleh perusahaan kepada karyawan.
2. Upah dibayarkan secara tetap sesuai hari
pertama bekerja.
3. Upah minimum karyawan tetap tidak akan lebih
kecil dari upah minimum yang ditetapkan Pemerintah.
4. Upah
Karyawan Training dan Karyawan Magang disesuaikan dengan kondisi Perusahaan.
Pasal 20
Peninjauan Upah
1. Perusahaan
akan menyusun kebijakan pengupahan yang berorientasi untuk mendorong
peningkatan kerja.
2. Peninjauan upah karyawan secara perorangan
akan dilakukan oleh perusahaan secara berkala dengan memperhatikan prestasi
kerja, inflasi dan posisi upah dalam skala pengupahan. Peninjauan upah tersebut
serta penentuan besarnya kenaikan upah akan dilakukan dengan mempertimbangkan
keadaan, kemampuan dan kondisi perusahaan.
Pasal 21
Pajak
Pajak
penghasilan yang ditentukan oleh peraturan perpajakan yang berlaku adalah menjadi
tanggungan masing-masing karyawan, sedangkan perusahaan hanya membantu untuk
menghimpun guna diserahkan kepada pihak Pemerintah / Kantor Pelayanan Pajak.
Pasal 22
Pembayaran Upah Selama Sakit
1. Apabila
karyawan sakit dalam jangka waktu yang lama dan dapat dibuktikan dengan surat
keterangan dokter, maka upahnya dibayar sesuai dengan ketentuan sebagai
berikut:
a). 4
(empat) bulan pertama : 100% (seratus persen) upah
b). 4
(empat) bulan kedua : 75% (tujuh puluh
lima persen) upah
c). 4
(empat) bulan ketiga : 50% (lima puluh
persen) upah
d). Untuk
bulan selanjutnya dibayar 25% (dua puluh lima persen) dari upah sebelum
Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan oleh pengusaha dengan mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku.
2. Apabila telah melewati 12 (dua belas) bulan
ternyata karyawan yang sakit belum juga mampu bekerja kembali, maka perusahaan
dapat memutuskan hubungan kerjanya yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur
UndangUndang No. 13 tahun 2003.
Pasal
23
Pembayaran
Upah
Selama Dalam Tahanan Yang Berwajib
1. Karyawan yang ditahan oleh yang berwajib
karena diduga melakukan tindak kejahatan/pidana di luar pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak
wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga karyawan yang
bersangkutan
2. Kepada keluarga karyawan diberikan bantuan
dari perusahaan dengan ketentuan sebagai berikut :
a) untuk 1 orang tanggungan : 25 %
(dua puluh lima persen) dari upah.
b) untuk 2 orang tanggungan : 35 % (tiga puluh lima persen) dari upah.
c) untuk 3 orang tanggungan : 45 % (empat puluh lima persen) dari upah.
d) untuk 4 orang tanggungan/lebih : 50 % (lima
puluh persen) dari upah.
3. Lamanya pemberian bantuan tersebut adalah
sebelum keputusan pengadilan atau maksimum 6 (enam) bulan dari tanggal
penahanan. Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja setelah 6 (enam) bulan karyawan tersebut tidak dapat
melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana
sesuai dengan Undang-Undang
Ketenagakerja No. 13 Tahun 2003.
4. Rehabilitasi hanya dapat dilakukan, apabila
yang bersangkutan dapat menunjukkan surat bukti yang sah atas ketidak
bersalahannya dari pihak yang berwajib, dengan kemungkinan dapat diterima
bekerja kembali, apabila tersedia lowongan pekerjaan dan tidak dapat diterima kembali, apabila
tidak tersedia lowongan pekerjaan baginya.
Pasal 24
Pembayaran Upah Selama
Pembebasan Tugas Sementara (Skorsing)
1. Skorsing diberikan terhadap karyawan yang
melakukan :
a) Pelanggaran berat terhadap tata tertib /
disiplin yang berlaku di perusahaan.
b) Tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
mestinya dan telah mendapat Surat Peringatan III (terakhir).
c) Melakukan perbuatan yang merugikan
perusahaan.
2. Selama menjalani skorsing kepada karyawan
yang bersangkutan berhak mendapatkan upah beserta hak-hak lainnya yang biasa
diterima karyawan sambil menunggu putusan PHK.
BAB VI
JAMINAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN
KARYAWAN
Pasal 25
Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Seluruh
karyawan diikut sertakan dalam Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang
dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Pasal 26
Tunjangan Kematian
1. Apabila karyawan meninggal dunia, maka
perusahaan akan memberikan hak karyawan yang bersangkutan kepada ahli warisnya
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.13 tahun 2003.
2. Apabila keluarga karyawan yang meninggal
dunia, maka perusahaan akan memberikan santunan sesuai dengan ketentuan
perusahaan.
Pasal 27
Pakaian Kerja
1. Pakaian kerja harus rapi dan sopan dengan
ketentuan :
a) Pakaian kerja pria adalah kemeja lengan
panjang / pendek yang disesuaikan dengan celana panjang.
b) Tidak dibenarkan menggunakan celana jeans
dan baju kaos.
c) Pakaian kerja wanita adalah kemeja dengan
celana panjang atau rok. Bagi yang menggunakan T-Shirt harus disesuaikan dengan
Blazer dengan bahan bukan jenis Jeans.
2. Bagi karyawan-karyawan yang karena tugasnya
tidak diperlukan pakaian seragam, maka Perusahaan akan memberikan tunjangan
berupa uang yang jumlah besarnya akan disesuaikan dengan golongan jabatannya.
3. Kepada karyawan yang menurut pertimbangan
Perusahaan dipandang perlu mendapat pakaian kerja seragam dan atau sepatu, maka
kepadanya akan disediakan oleh perusahaan seragam dan sepatu yang wajib dipakai
dalam waktu kerja.
4. Perusahaan memberikan pakaian seragam kerja
kepada karyawan minimal 3 (tiga) stel dan akan diganti secara periodik
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan perusahaan.
5. Mengingat pakaian kerja seragam dan atau
sepatu adalah milik Perusahaan, maka wajib dirawat dengan baik dan dipakai
hanya untuk bekerja di lingkungan perusahaan.
Pasal 28
Keselamatan Kerja dan
Perlengkapan
1. Setiap karyawan wajib menjaga keselamatan
diri serta wajib memakai alat-alat keselamatan kerja yang telah disediakan oleh
perusahaan, serta mengikuti / mematuhi ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja, serta perlindungan kerja yang berlaku.
2. Apabila karyawan menemui hal-hal yang dapat
membahayakan keselamatan dirinya, keselamatan orang lain, maupun keamanan perusahaan,
maka harus segera melaporkan kepada atasannya atau kepada pimpinan perusahaan
yang lainnya.
3. Di luar waktu kerja yang telah ditentukan
oleh perusahaan, setiap karyawan tidak diperbolehkan memakai/menggunakan
alat-alat atau perlengkapan kerja milik perusahaan untuk kepentingan pribadi.
Pasal 29
Tunjangan Hari Raya
1. Karyawan yang telah bekerja minimal 12 (dua
belas) bulan berturut-turut di perusahaan berhak mendapatkan Tunjangan Hari
Raya (THR) keagamaan sebesar minimal 1 (satu) bulan upah. THR secara
proporsional akan diberikan kepada karyawan yang telah bekerja minimal 1 (satu)
bulan berturut-turut terhitung sampai tanggal hari raya keagamaan.
2. THR hanya diberikan pada Hari Raya Idul
Fitri dan tidak diberikan secara terpisah sesuai dengan hari raya keagamaan
lainnya. Oleh karena itu karyawan yang
beragama di luar agama Islam akan menerima THR bersama-sama dengan karyawan
yang beragama Islam. Pemberian tersebut dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua)
minggu sebelum hari Raya Idul Fitri.
3. Bagi karyawan yang berhenti maksimal 30
(tiga puluh ) hari sebelum hari raya Idul Fitri dan telah bekerja minimal 3
(tiga) bulan berturut-turut berhak atas THR secara proporsional, ketentuan ini
juga berlaku bagi karyawan yang beragama di luar Islam.
Pasal 30
Usia Pensiun
1. Usia pensiun ditetapkan sebagai berikut :
a. Direksi : 60 (enam puluh) tahun.
b. Manager s/d Wakil Direksi : 55 (lima puluh
lima) tahun.
c. Non Staf s/d Supervisor dengan jam kerja non
shift ataupun shift : 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperpanjang sampai usia
55 (lima puluh lima) tahun sesuai kondisi dan kebutuhan perusahaan.
2. Bila perusahaan masih membutuhkan tenaga dan
atau pemikiran tenaga kerja karyawan seperti di maksud pada ayat (1) di atas,
perusahaan dapat saja menyampaikan maksud tersebut kepada karyawan yang
bersangkutan, namun harus menyelesaikan hak-hak pensiun yang bersangkutan
terlebih dahulu, selanjutnya kedua belah pihak akan membuat kesepakatan yang dituangkan
dalam suatu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
3. Besarnya dana pensiun karyawan yang sudah
mencapai usia pension disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB VII
HARI LIBUR, CUTI TAHUNAN DAN
IJIN MENINGGALKAN
PEKERJAAN
Pasal 31
Cuti Tahunan dan Cuti Besar
I. Cuti
Tahunan.
1. Setiap karyawan yang telah bekerja selama 12
(dua belas) bulan secara terus-menerus, berhak atas cuti tahunan selama 12 (dua
belas) hari kerja dengan mendapat upah penuh (gaji pokok ditambah tunjangan
tetap).
2. Perusahaan dapat menunda permohonan cuti
tahunan karyawan, dan cuti tahunan tersebut dapat dibagi dalam beberapa bagian
yang salah satu bagiannya terdapat sekurang-kurangnya 6 (enam) hari kerja terus-menerus.
3. Bagi karyawan yang menggunakan hak cuti
tahunannya,selambatlambatnya
2 (dua) minggu sebelumnya harus mengajukan
permohonan tertulis dan persetujuan kepada atasannya langsung, untuk kemudian diajukan
kepada Departemen HRD untuk selanjutnya HRD akan memberitahukan mengenai jadwal
hak cuti tahunan tersebut kepada karyawan.
4. Hak cuti tahunan akan gugur, jika dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah terbitnya hak cuti tahunan tidak
dipergunakan. Karena alasan yang diberikan
perusahaan dan / atau karena adanya alasan-alasan kepentingan operasional
perusahaan dan disetujui oleh pimpinan perusahaan, maka masa penggunaan hak
cuti tahunan dapat diperpanjang dalam jangka waktu tertentu.
5. Untuk hal-hal yang bersifat khusus mengenai
cuti tahunan diatur tersendiri oleh unit masing-masing namun tetap berpegang
pada ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan.
6. Berdasarkan Keputusan Direksi, cuti tahunan
dapat diberikan secara massal.
II. Cuti Besar
1. Setiap karyawan yang telah bekerja selama 5 (lima) tahun secara terus – menerus,
berhak atas cuti besar selama 25 (dua puluh lima) hari kerja dengan mendapatkan
upah penuh (gaji pokok ditambah tunjangan tetap).
2. Pelaksanaan cuti besar diatur sesuai dengan
kepentingan perusahaan.
3. Hak cuti besar akan gugur, jika dalam waktu
5 (lima) tahun setelah terbitnya hak cuti besar yang baru tidak
dipergunakan.
4. Cuti besar tidak menghapuskan cuti tahunan
dari karyawan yang bersangkutan.
5. Bagi karyawan yang menggunakan hak cuti besarnya
selambat-lambatnya 2 (dua) minggu sebelumnya harus mengajukan permohonan
tertulis dan persetujuan kepada atasannya langsung, untuk kemudian diajukan
kepada Departemen HRD untuk selanjutnya
HRD akan memberitahukan mengenai jadwal hak cuti besar tersebut kepada
karyawan.
Pasal 32
Istirahat Melahirkan, Keguguran,
dan Haid
1. Bagi karyawan wanita yang akan
melahirkan,berhak atas istirahat hamilnya selama 1,5 (satu setengah) bulan
sebelum melahirkan, dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan dengan
mendapat upah penuh. Untuk gugur kandungan masa istirahatnya ditentukan oleh
dokter yang merawatnya untuk paling lama 1.5 (satu setengah) bulan dan mendapat
upah penuh (gaji pokok ditambah tunjangan tetap).
2. Bagi karyawan yang hendak memperoleh istirahat
melahirkan sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini, wajib terlebih dahulu
mengajukan permohonan tertulis guna maksudnya tersebut kepada pimpinan
perusahaan dan Departemen HRD dengan disertai surat keterangan Dokter atau
Bidan yang merawatnya.
3. Bagi karyawan dengan masa kerja belum
mencapai 12 (dua belas) bulan dan akan mengambil istirahat melahirkan, maka
diperhitungkan sebagai cuti di luar tanggungan perusahaan.
4. Pada hari pertama dan kedua haid karyawan
wanita dan haidnya tersebut mengakibatkan sakit yang dapat menggangu aktifitas
kerjanya, dapat dibebaskan dari
pekerjaannya dengan melapor ke Departemen HRD dengan membawa surat keterangan
Dokter.
Pasal 33
Ijin Meninggalkan Pekerjaan
1. Karyawan dapat diberikan ijin meninggalkan
pekerjaan dengan mendapat pembayaran upah dan tidak memotong hak cuti
tahunannya pada waktu :
a. Pernikahan karyawan sendiri untuk yang
pertama kali : 3 hari
b. Pernikahan anak sah karyawan : 2 hari
c. Pengkhitanan atau pembaptisan anak karyawan :
2 hari
d. Istri karyawan melahirkan : 2 hari
e. Kematian anggota keluarga karyawan (Suami/isteri/orang
tua/mertua/anak sah karyawan) : 2 hari
f. Kematian anggota keluarga lainnya dalam satu
rumah : 1 hari
2. Ijin meninggalkan pekerjaan tersebut harus
diambil bertepatan dengan hari kejadian/pelaksanaan, dengan terlebih dahulu
mengajukan permohonan tertulis kepada pimpinan perusahaan, kecuali dalam
keadaan tertentu yang mendesak dengan menunjukkan bukti-bukti yang sah yang
dapat diajukan kemudian.
3. Setiap karyawan yang meninggalkan pekerjaan
tanpa ijin dari Perusahaan atau tanpa memberi keterangan/bukti-bukti yang dapat
dipertanggung jawabkan dianggap
mangkir, serta kepada yang bersangkutan
dikenakan sanksi pelanggaran tata tertib perusahaan.
Pasal 34
Cuti Menunaikan Ibadah Haji
1. Karyawan yang beragama Islam, memiliki hak
menunaikan ibadah haji yang pertama setelah memiliki masa kerja minimal 3
(tiga) tahun berturutturut.
2. Cuti untuk ibadah haji hanya diberikan
sekali dalam masa kerja karyawan, dan permohonan cuti ini paling lambat
disampaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaannya.
3.
Pelaksanaan cuti ibadah haji mulai dilaksanakan 2 (dua) hari sebelum berangkat
sampai dengan 2 (dua) hari setelah kembali menunaikan ibadah haji tersebut dan
paling lama 40 (empat puluh) hari penanggalan.
B A B VIII
SANKSI-SANKSI PELANGGARAN
Pasal 35
Penetapan Dan Pemberian Sanksi
1. Perusahaan dapat mengenakan sanksi terhadap
karyawan yang melanggar peraturan perundang-undangan, syarat-syarat kerja
perusahaan, tata tertib perusahaan dan kode etik perusahaan, tergantung dari
jenis, frekuensi dan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.
2. Sanksi dapat berupa :
a) Peringatan Lisan
b) Surat Teguran
c) Surat Peringatan I
d) Surat Peringatan II
e) Surat Peringatan III
f) Pemindahan Jabatan
g) Penundaan Kenaikan Jabatan
h) Penundaan Kenaikan Upah
i) Pengurangan Pendapatan Bonus / Insentif
j) Pencabutan fasilitas-fasilitas yang melekat
pada jabatan yang bersangkutan
k) Penurunan atau pelepasan jabatan
l) Pemberhentian sementara (skorsing)
m) Pemutusan hubungan kerja (PHK)
n) Sanksi hukum lainnya sesuai dengan ketentuan
dan perundang undangan yang berlaku
3. Pelaksanaan pemberian sanksi dapat tidak
mengikuti urutan sesuai ayat (2) mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh
karyawan.
Pasal 36
Prosedur Dan Pemberian Sanksi
1. Prosedur pemberian sanksi bagi karyawan yang
melakukan pelanggaran :
2. Apabila dalam jangka waktu masa berlakunya
sanksi, karyawan yang bersangkutan melakukan pelanggaran sejenis dan/atau
pelanggaran yang lebih berat tingkatannya, maka Perusahaan dapat memberikan
jenis peringatan yang lebih tinggi tanpa menunggu masa berlakunya sanksi terlampaui.
3. Setiap sanksi yang diberikan kepada karyawan
sesuai ketentuan ayat (1) pasal ini wajib ditembuskan ke Departemen HRD.
4. Selain diberikan sanksi-sanksi seperti
tersebut di atas pada ayat (1), kepada karyawan yang melakukan pelanggaran yang
mengakibatkan kerusakan atau kehilangan terhadap barang / peralatan milik
perusahaan ataupun pihak ketiga baik di sengaja ataupun karena kelalaiannya /
kecerobohannya dapat dikenakan sanksi tambahan berupa denda untuk membayar
kerugian yang diakibatkannya.
Pasal 37
Pelanggaran Yang Dikenakan
Sanksi Peringatan Lisan
Peringatan
lisan dikeluarkan oleh atasan karyawan yang bersangkutan secara lisan terhadap
pelanggaran yang bersifat ringan, dengan tujuan untuk mengingatkan karyawan
sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran yang mengakibatkan sanksi yang lebih
berat diberikan kepada karyawan yang bersangkutan. Sanksi teguran diberikan
untuk pelanggaran-pelanggaran kecil atau ringan, yaitu sebagai berikut :
1. Karyawan
datang terlambat dan / atau pulang sebelum waktunya dengan alasan yang tidak
dapat diterima sebanyak 1 (satu) kali dalam sebulan.
2. Karyawan
lalai melakukan absensi sewaktu datang dan / atau pulang kerja sebanyak 1
(satu) kali dalam sebulan.
3. Karyawan
meninggalkan tempat kerja tanpa seijin atasan yang berwenang sebanyak 1 (satu)
kali dalam sebulan.
4. Karyawan
berada di tempat kerja karyawan lain tanpa kepentingan yang ada hubungannya
dengan tugas dan pekerjaannya.
5. Karyawan
merokok di tempat kerja pada waktu jam kerja maupun di luar jam kerja.
6. Tindakan-tindakan
lain yang mempunyai nilai setara dengan pelanggaran di atas.
Pasal 38
Pelanggaran Yang Dikenakan
Sanksi Surat Teguran
Pelanggaran-pelanggaran yang dapat dikenakan
sanksi Surat Teguran :
1. Karyawan datang terlambat dan / atau pulang
sebelum waktunya dengan alasan yang tidak dapat diterima sebanyak 1 (satu) kali
dalam sebulan.
2. Karyawan lalai melakukan absensi sewaktu
datang dan / atau pulang kerja sebanyak 3 (tiga) kali dalam sebulan.
3. Karyawan meninggalkan tempat kerja tanpa
seijin atasan yang berwenang sebanyak 3 (tiga) kali dalam sebulan.
4. Karyawan mangkir atau tidak masuk kerja
dengan alasan yang tidak dapat diterima sebanyak 1 (satu) hari dalam sebulan.
5. Karyawan yang karena golongan / jabatannya
diharuskan memakai pakaian kerja, wajib mengenakan pakaian seragam lengkap
dengan tanda-tanda pengenal selama menjalankan tugas menurut ketentuanketentuan
yang telah ditetapkan tetapi tidak melaksanakannya.
6. Tindakan-tindakan lain yang mempunyai nilai
setara dengan pelanggaran di atas.
Pasal 39
Pelanggaran Yang Dikenakan Surat
Peringatan I
Pelanggaran-pelanggaran yang dapat dikenakan
sanksi Surat Peringatan I (SP I)
antara lain sebagai berikut :
1. Peningkatan sanksi pelanggaran dari sanksi
Surat Teguran.
2. Karyawan datang terlambat dan / atau pulang
sebelum waktunya dengan alasan yang tidak dapat diterima sebanyak 4 (empat)
sampai dengan 6 (enam) kali dalam sebulan.
3. Karyawan mangkir atau tidak masuk kerja
dengan alasan yang tidak dapat diterima sebanyak 2 (dua) hari dalam sebulan.
4. Karyawan mengabsenkan, memasukkan kartu
hadir dan / atau menandatangani daftar hadir karyawan lain atau sebaliknya.
5. Karyawan menggunakan barang dan / atau
peralatan kerja milik Perusahaan (inventaris) untuk kepentingan pribadi.
6. Karyawan tidak berusaha mencegah atau
melaporkan kepada atasannya atau pejabat yang berwenang / terkait mengenai
adanya penyalahgunaan atau penyimpangan dari ketentuan yang berlaku.
7. Karyawan meminjamkan uang dengan tujuan
menerima keuntungan berupa uang atas pinjaman tersebut.
8. Karyawan bermalas-malasan atau kurang
menunjukkan ketekunan dalam bekerja.
9. Tindakan-tindakan lain yang mempunyai nilai
setara dengan pelanggaran di atas.
Pasal 40
Pelanggaran Yang Dikenakan Surat
Peringatan II
Pelanggaran-pelanggaran
yang dapat dikenakan sanksi Surat Peringatan II (SP II) antara lain sebagai
berikut :
1. Peningkatan sanksi pelanggaran dari sanksi
Surat Peringatan I (SP I).
2. Melakukan perbuatan yang dapat digolongkan
tidak patut di dalam lingkungan perusahaan, seperti :
a) Membuat kegaduhan seperti berteriak,
membanting pintu atau melakukan tindakan lainnya yang dapat menimbulkan
kegaduhan.
b) Menempelkan gambar, poster, slogan-slogan
atau tulisan-tulisan yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan kerja.
c) Mencoret-coret, mengotori atau merusak
keindahan lingkungan perusahaan.
3. Karyawan tidur di dalam jam kerja.
4. Karyawan bermalas-malasan atau kurang
menunjukkan kesungguhan dan / atau ketekunan dalam bekerja walaupun telah di
peringatkan dengan Surat Peringatan I.
5. Karyawan melaksanakan tugas secara
serampangan sehingga merugikan perusahaan atau pihak ketiga.
6. Karyawan bersikap tidak sopan, tidak jujur
baik terhadap atasan, rekan kerja, bawahan atau pihak ketiga.
7. Karyawan yang tidak memberikan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atas pelanggaran yang dilakukan oleh anak buah dari
karyawan yang bersangkutan.
8. Tindakan-tindakan lain yang mempunyai nilai
setara dengan pelanggaran di atas.
Pasal 41
Pelanggaran Yang Dikenakan Surat
Peringatan III
Pelanggaran-pelanggaran
yang dapat dikenakan sanksi Surat Peringatan III (SP III) antara lain sebagai
berikut :
1. Peningkatan sanksi pelanggaran dari sanksi
Surat peringatan II (SP II).
2. Karyawan tidak menjalankan perintah kerja
yang layak diberikan oleh atasan tanpa alasan yang dapat diterima.
3. Karyawan melanggar atau menyalahgunakan
perintah atasan atau melalaikan kewajiban yang diberikan kepadanya.
4. Karyawan menyalahgunakan kepercayaan atau
kedudukan yang diberikan oleh atasan atau perusahaan atau menyalahgunakan
orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
5. Karyawan melakukan perbuatan yang merugikan
nama atau citra baik perusahaan.
6. Tindakan-tindakan lain yang mempunyai nilai
setara dengan pelanggaran di atas.
Pasal 42
Pelanggaran Yang Dikenakan
Sanksi Skorsing
Pelanggaran-pelanggaran yang dapat dikenakan
sanksi Skorsing antara lain sebagai
berikut :
1. Pembebasan tugas sementara (skorsing) dapat
dikenakan pada setiap karyawan yang melakukan pelanggaran tata tertib
perusahaan atau tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya setelah
diberikan Surat Peringatan III atau Terakhir.
2. Karyawan melakukan pelanggaran yang nilainya
lebih berat dari pelanggaran yang dikenakan sanksi Surat Peringatan III atau
Terakhir.
3. Skorsing yg bersifat mendidik dikenakan
paling lama 1 (satu) bulan.
4. Skorsing dapat dikenakan kepada karyawan
yang sedang dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja.
Pasal 43
Pelanggaran Yang Dikenakan PHK
Perusahaan
dapat memberikan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan yang
melakukan pelanggaran berat sebagai berikut:
1. Akibat peningkatan sanksi pelanggaran dari
sanksi Surat Peringatan III atau terakhir.
2. Karyawan melakukan intimidasi atau penekanan
dengan menggunakan unsur paksaan terhadap pimpinan perusahaan, atasan, rekan
kerja, bawahan untuk mengikuti sikap dan tindakannya.
3. Karyawan bertingkah laku tidak sewajarnya
sehingga melanggar norma serta etika hidup bermasyarakat, menyebarkan
desas-desus atau kabar bohong atau melakukan hasutan yang menggelisahkan
karyawan.
4. Karyawan membawa masuk barang terlarang atau
berbahaya ke dalam lingkungan perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan
tugas dan pekerjaannya.
5. Karyawan meminta / menerima pemberian
sesuatu dari supplier / kontraktor atau orang luar dengan alasan yang tidak
dapat diterima atau tanpa ijin atasan yang berwenang.
6. Karyawan mengumpulkan tanda tangan tanpa
ijin tertulis dengan tujuan merugikan atau mencemarkan nama baik perusahaan.
7. Karyawan
melakukan penipuan, pencurian dan / atau penggelapan barang / uang milik
perusahaan, atasan, rekan kerja, bawahan atau pihak ketiga yang berhubungan
dengan perusahaan.
8. Karyawan
memberikan keterangan / dokumen palsu atau dipalsukan atau tidak benar sehingga
merugikan perusahaan.
9. Karyawan
mabuk, minum-minuman keras yang memabukkan, madat, memakai obat bius atau
menyalahgunakan obat-obatan terlarang yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan, di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan oleh
perusahaan.
10. Karyawan melakukan perbuatan asusila baik
terhadap atasan, rekan kerja, bawahan ataupun orang luar atau melakukan
perjudian di dalam lingkungan perusahaan.
11.Karyawan melakukan tindak kejahatan misalnya
menyerang, mengintimidasi atau menipu perusahaan, atasan, rekan kerja atau
bawahan dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan Perusahaan maupun
di luar lingkungan perusahaan.
12.Karyawan menganiaya, mengancam secara fisik
atau mental, menghina secara kasar perusahaan, atasan, rekan kerja, bawahan
beserta keluarga atau pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
13.Karyawan membujuk atasan, rekan kerja atau
bawahan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang merugikan perusahaan atau
bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang
berlaku.
14.Karyawan membongkar atau membocorkan rahasia
perusahaan atau mencemarkan nama baik perusahaan atau pimpinan perusahaan dan
atau keluarga pimpinan perusahaan, rekan kerja, bawahan atau orang luar yang berkaitan
dengan perusahaan di dalam dan di luar lingkungan perusahaan.
15.Karyawan dengan ceroboh atau sengaja merusak
atau karena kelalaiannya merusak, merugikan atau membiarkan dalam keadaan
bahaya barang / milik perusahaan.
16.Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau
membiarkan perusahaan, atasan, diri sendiri, rekan kerja, bawahan atau
pengunjung dalam keadaan bahaya.
17.Karyawan melakukan sabotase.
18 Karyawan melakukan kerja sama dengan pihak
luar untuk melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan.
19.Karyawan diketahui sebagai pengguna /
pemakai / pengedar narkotika dan / atau obat-obat terlarang lainnya.
20.Tindakan-tindakan lain yang mempunyai nilai
setara dengan pelanggaran di atas.
21.Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
pekerja seperti tersebut diatas dapat
mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang pelaksanaannya sesuai dengan
perundang-undangan atau Peraturan Pemerintah
yang berlaku, sedangkan pekerja yang ditahan pihak yang berwajib dan
diduga melakukan tindak pidana atau
diduga melakukan tindak pidana akan diproses
dengan memperhatikan ketentuan atau putusan Mahkamah Konstitusi RI No.12/PUU-1/2003 Jo.Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.SE
13/MEN/SJHK/1/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi atas Hak Uji Material
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD Negara Repulbik Indonesia.
BAB IX
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 44
Terjadinya PHK
1. Perusahaan berupaya supaya jangan terjadi
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan tetapi dalam hal yang tidak dapat dihindari
lagi maka dapat dilaksanakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sesuai prosedur
Undang Undang No. 13 Tahun 2003 beserta peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat terjadi
dalam hal :
a. Karyawan meninggal dunia.
b. Karyawan menderita penyakit yang
berkepanjangan secara terus menerus dalam waktu lebih dari 1 (satu) tahun.
c. Perusahaan
terpaksa mengadakan pengurangan tenaga kerja (misalnya: rasionalisasi,
reorganisasi) sesuai dengan ketentuan pemerintah tentang undang-undang pailit.
d. Jangka waktu sesuai dengan kesepakatan kerja
telah berakhir.
e. Karyawan telah mencapai usia tertinggi
seperti yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
f. Karyawan
mengalami kecelakaan dan menderita cacat seumur hidup sehingga tidak
memungkinkan lagi untuk dipekerjakan.
g. Karyawan dijatuhi hukuman oleh pengadilan
karena tindak pidana kejahatan.
h. Karyawan Tetap yang mengundurkan diri dari perusahaan atas kemauan sendiri. Dalam
hal ini karyawan harus mengajukan permohonan pengunduran diri secara resmi
sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sebelumnya kepada pimpinan perusahaan. Bagi Karyawan Tetap dan Karyawan Kontrak
dengan level Senior Manager ke atas harus mengajukan permohonan pengunduran diri
secara resmi sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sebelumnya kepada pimpinan
perusahaan.
Terhadap
karyawan tetap yang mengajukan pengunduran diri, perusahaan tidak berkewajiban
memberikan uang pesangon kecuali uang penggantian hak sesuai Undang-undang No
13. tahun 2003 Pasal 156 ayat 4 dan diberikan uang pisah sebagai berikut :
1.
Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 5 tahun = 1 (satu) bulan upah.
2.
Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 10 tahun =
2 (dua) bulan upah
3.
Masa kerja 10 tahun atau lebih = 3 (tiga) bulan
upah.
i. Karyawan melakukan pelanggaran berat sesuai
dengan Pasal 43 diatas.
j. Karyawan
mangkir atau tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa
pemberitahuan / alasan yang dapat diterima oleh perusahaan dan tidak hadir
memenuhi 2 (dua) kali panggilan perusahaan secara patut dan tertulis maka
karyawan tersebut dikualifikasikan mengundurkan diri, dan berhak mendapatkan
uang penggantian hak ( pasal 156 ayat 4
UU No.13 tahun 2003 ) dan uang pisah
sebesar 25% dari ketentuan uang pisah yang berlaku sesuai pasal 44 huruf
2.i
k. Karyawan melakukan pelanggaran lagi setelah
mendapatkan Surat Peringatan III atau Terakhir.
3. Ketentuan mengenai PHK dan pembayaran
kompensasinya diatur sesuai UU No.13 Tahun 2003.
Pasal 45
Uang Pesangon,Uang Penghargaan
Masa Kerja, dan Ganti Kerugian
1. Ketentuan pemberian uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja ditetapkan sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Tahun 2003.
2. Ketentuan pemberian Uang Pesangon ditetapkan
sekurang-kurangnya :
a) Masa
kerja kurang dari 1 tahun : 1 bulan upah
b) Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 2 tahun : 2 bulan upah
c) Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 3 tahun : 3 bulan upah
d) Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 4 tahun : 4 bulan upah
e) Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 5 tahun : 5 bulan upah
f) Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 6 tahun : 6 bulan upah
g) Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 tahun : 7 bulan upah
h) Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 tahun : 8 bulan upah
i) Masa kerja 8 tahun atau lebih : 9 bulan upah
3. Ketentuan pemberian Uang Penghargaan Masa
Kerja ditetapkan sekurang- kurangnya :
a) Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 6 tahun : 2 bulan upah
b) Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 9 tahun : 3 bulan upah
c) Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 12 tahun : 4 bulan upah
d) Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 15 tahun : 5 bulan upah
e) Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 18 tahun : 6 bulan upah
f) Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 21 tahun : 7 bulan upah
g) Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang
dari 24 tahun : 8 bulan upah
h) Masa kerja 24 tahun atau lebih : 10 bulan upah
4. Ketentuan pemberian Ganti Kerugian
ditetapkan sebagai berikut:
a) Ganti kerugian untuk istirahat tahunan dan
istirahat panjang yang telah menjadi haknya yang belum diambil dan belum gugur.
b) Penggantian perumahan serta pengobatan dan
perawatan ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) dari uang pesangon dan /
atau uang penghargaan masa kerja apabila masa kerjanya telah memenuhi syarat
untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja.
5. Ketentuan upah untuk keperluan pemberian
uang pesangon, uang penghargaan masa
kerja dan ganti kerugian diartikan sebagai berikut :
a) Upah pokok.
b) Segala macam tunjangan yang bersifat tetap
diberikan kepada karyawan dan keluarganya secara teratur.
BAB X
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 46
Penyelesaian Keluh Kesah
1. Apabila terjadi keluhan-keluhan atau
ketidakpuasan dari karyawan atas hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan,
maka akan diselesaikan secara musyawarah dengan atasannya langsung dan apabila
belum diperoleh penyelesaian yang baik, maka akan dimusyawarahkan lebih lanjut kepada
pimpinan perusahaan yang lebih tinggi atau secara bipartit.
2. Apabila belum dapat diselesaikan dengan
musyawarah secara intern perusahaan atau bipartit, maka akan dimintakan
penyelesaiannya melalui Dinas Tenaga Kerja setempat.
Pasal 47
Program Keluarga Berencana
Perusahaan
akan membantu memotivasi karyawan untuk mengikuti Program Keluarga Berencana
(akseptor KB Lestari) dengan memilih salah satu alternatif sesuai dengan Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.03/Men/1988.
Pasal 48
Serikat Kerja
Pada
prinsipnya perusahaan tidak akan menghalang-halangi kehendak pekerja untuk
mendirikan unit kerja SP/SB di perusahaan yang diakui sah oleh Pemerintah.
Pasal 49
Koperasi Karyawan
1. Dalam rangka untuk meningkatkan
produktivitas kerja perlu ditunjang adanya suatu kegiatan untuk peningkatan
kesejahteraan karyawan.
2. Bahwa salah satu penunjang kearah
peningkatan kesejahteraan tersebut tidak saja tergantung pada keadaan upah,
namun dengan sebagian upah masing-masing karyawan dapat dikembangkan untuk usaha
Bersama melalui pembentukan Koperasi Karyawan.
SEKIAN